Pages

Senin, 12 September 2011

Tafsir QS. At Taubah ayat 122


KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR AGAMA
QS. AT-TAUBAH AYAT 122


  1. Ayat dan Terjemahannya


Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[1]

  1. Asbabun Nuzul
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Ikrimah’ bahwa ketika turun ayat, “Jika kami tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih...” (at-Taubah:39)—padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum mereka—maka orang-orang munafik mengatakan, -- “Ada beberapa orang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir itu”. Maka turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).... 
Ia meriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, katanya, “Karena amat bersemangat untuk berjihad, apabila Rasulullah mengirim suatu regu pasukan, kaum muslimin biasanya ikut bergabung ke dalamnya dan meninggalkan Nabi saw di Madinah bersama sejumlah kecil warga. Maka, turunlah ayat ini.[2]


  1. Penjelasan
1.      Menurut Tafsir Al Maraghi
Tidaklah patut bagi orang-rang Mu’min, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnnya fardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum Mu’min menuju medan perang.

Kewajiban Mendalami Agama dan Kesiapan Untuk Mengajarkannya.


Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat ke medan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum Mu’min, seperti penduduk suatu negeri atau suatu suku, dengan maksud supaya orang-orang Mu’min seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu, dengan cara orang tidak berangkat dan tinggal di kota (Madinah), berusaha keras untuk memahami agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rasulullah saw hari demi hari, berupa ayat-ayat, maupun yang berupa hadits-hadits dari beliau saw. yang menerangkan ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dengan demikian, maka diketahuilah hukum beserta hikmatnya, dan menjadi jelas  hal yang masih mujmal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang pergi perang manghadapi musuh, apabila mereka telah kembali ke dalam kota.
Artinya, agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum Mu’minin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan dakwahnya dan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasianya kepada seluruh umat manusia. Jadi, bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengunggguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang zhalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendara maupun dalam persaingan di antara sesama mereka.
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap Mu’min.
Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari para pejuang selain situasi ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.[3]

2.      Menurut Tafsir Al Mishbah
Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobolisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar dia natara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama  sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga  untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasul saw itu apabila nanti setelah selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasul saw karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.[4]
Tujuan utama ayat ini adalah menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja.[5]
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia.[6]
Yang dimaksud dengan orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasul saw. Dan tidak mendapat tugas sebagai anggota pasukan, sedang mereka yang diberi peringatan adalah anggota pasukan yang keluar melaksanakan tugas yang dibebankan Rasul saw. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.[7]

3.      Menurut Tafsir Al Azhar
Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringgan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musush, maka yang tinggal di garis belakang memperdalam pengertian (Fiqh) tentang agama, sebab tidaklah kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan nada pula pahlawan di garis belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya isi-mengisi.[8]
Suatu hal yang terkandung dalam ayat ini yang mesti kita perhatikan, yaitu alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama.[9]
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilangannya, yang berintikan penduduk kota Madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok; cara sekarangnya suatu panitia, atau suatu komisi, atau satu dan khusu’, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka ialah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal keagamaan......[10]

  1. Kesimpulan
Ayat di atas menjadi acuan kita yang berhubungan dengan kewajiban belajar dan mengajar. Terdapat beberapa sumber yang tentunya harus kita kaji lebih dalam lagi, karena dari sekian kitab-kitab tafsir yang sudah ada ternyata berbeda dalam penafsirannya. Namun pada pokoknya adalah ;
1.      Kewajiban manusia untuk belajar dan mengajar agama;
2.      Ayat ini memberi anjuran tegas kepada umat Islam agar ada sebagian dari umat Islam untuk memperdalam agama;
3.      Pentingnya mencari ilmu juga mengamalkan ilmu;
4.      Pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah;
5.      Hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama;
6.      Antara jihad berperang dan jihad memperdalam ilmu agama keduanya penting dan keduanya saling mengisi.



[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Asy-Syifa’, Semarang, 1992, hlm. 301-302
[2]   Jalaludin As Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al Quran, Gema Insani Press, Jakarta, 2008, hlm. 308-309
[3]  Ahmad Mushthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, CV. Toha Putra, Semarang, 1987, hlm. 83-87
[4]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, V.II, Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm. 749-750
[5]  Ibid, hlm. 750-751
[6]  Ibid, hlm. 751
[7]  Ibid.
[8]  Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XI, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, hlm. 87.
[9]  Ibid.
[10]  Ibid, hlm. 89

2 komentar:

 
Blogger Templates