Perdebatan dan perbedaan diantara aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan sifat-sifat Tuhan tampaknya dipicu oleh saling klaim kebenaran masing-masing, yang dibangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Diantaranya adalah:
1. Aliran Mu’tazilah
Pertentangan antara kaum Mu’tazilah dengan kaum Asy’ariyah berkisar sekitar persolan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai sifat, sifat mestilah kekal seperti halnya dzat Tuhan. Jika sifat-sifat itu kekal, yang bersifat kekal bukan hanya satu sifat, tetapi banyak. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat membawa pada faham banyak yang kekal (ta’addud al-qudama atau multiplicity of eternals). Ini selanjutnya membawa pula kepada faham syirk atau olitheisme. Suatu hal yang tak dapat diterima dalam teologi. Lebih jauh lagi, Washil bin Atha menegaskan bahwa siapa saja menetapkan adanya sifat qadim bagi Allah, ia telah menetapkan adanya dua Tuhan
Kaum Mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka tentang Tuhan, sebagaimana telah dijelaskan oleh Asy’ari, bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, kekuasaan, hajat, dan sebagainya. Ini tidak bearti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, berkuasa, dan sebagainya, tetapi bukan dengan sifat dalam arti kata sebenarnya. Artinya, “Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri”. Dengan demnikian, pengetahuan Tuhan, sebagaimana dijelaskan Abu Al-Huzail, adalah Tuahn sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
2. Aliran Asy’ariyah
Pendapat kaum Al-Asy’ari berlawanan dengan faham mu’tazilah. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Tidak dapat dipungkiri bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatannya. Ia juga mengatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan sebagainya, disamping mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya.
Sementara itu, Al-Baghdadi melihat adanya consensus dikalangan kaum Asy’ari, bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini, kata al-Ghazali tidaklah sama dengan esensi Tuhan.
3. Aliran Maturidiyah
Dalam hal sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan pemikiran antara al-Maturudi dan al-Asy’ari, seperti dalam pendapat, bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti, sama, basher dan sebagainya. Namun demikian al-Maturidi berbeda pengertian tentang sifat Tuhan dengan al-Asy’ari. AlAsy’ari mengartikan sifat tuhan sebagai susuatu yang bukan zat, melainkan melekat pada zat itu sendiri.Sedangkan al-Maturidi mengatakan sifat tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula dari esensi-nya, siafat-siaft Tuhan mulazamah (ada bersama = inheren) zat tanpa terpisah.
Faham al-Maturidi, dalam memaknai sifat Tuhan cenderung mendekati faham Mu’tazilah. Perbedaannya al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan. Sedangkan Mu’tazilah menolah adanya sifat-sifat Tuhan.
KEHENDAK MUTLAK TUHAN DAN KEADILAN TUHAN
Faham keadilan Tuhan dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan apakah manusia mempunyai kebebaasn dalam berkehendak dan berbuat ? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja ?Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.
1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah berprinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan memaksakan kehendak kepada hamba-Nya, kemudian mengharuskan hamba itu untuk menanggung akibat perbuatannya. Dengan demikian manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaaan sedikit pun dari Tuhan. Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Tidaklah adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada hambanya tanpamengiringinya dengan kebebasan dalam berbuat.
Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sandaran dalam memperkuat pendapat Mu’tazilah adalah:
Al-Anbiya (21) : 47 "Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika amalan itu hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan pahalanya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan"
Yasin (36) :54 "Maka pada hari itu orang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalas, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan"
Fusshilat (41) :46 "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat, maka dosany atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya"
An-Nisa (4) : 40 "Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar biji zarrah niscaya allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”
dan Kahfi (18) : 49. "Dan diletakkan kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis didalamnya, dan mereka berkata ;”aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka ketrjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun"
2. Aliran Asy’ariyah
Asy’ariyah percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekauasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan kerena kepentingan manusia atau tujuan lainnya. Mereka mengartikan keadilan tuhan dengan menempatkan sesuatu paad tempatnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhaap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikia, keadilan Tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehendak hatinya. Tuhan dapat memberi pahala atau memberi siksa dengan sekehendak hatinya dan itu semua adalah adil bagi Tuhan.Justru tidaklah adil jika Tuhan tidak berbuat sekehenadknya, karena Dia adalah penguasa mutlak.
3. Aliran Maturidiyah
Dalam hal keadilah dan kehendak Tuhan, Aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Karena menganut faham free will dan free act serta adanya batasan bagi kekuasaan mutlak Tuhan, kaum maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat dengan Mu’tazilah, tapi kekuatan akan dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil dari paad yang diberikan Mu’tazilah. Kehendak Tuhan dibatasi oleh keadilah Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuiatannya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajibannya terhadap manusia. Oleh karena itu Tuhan tidak akan memberi bebean yang terlalu berat kepada manusia dan tidak sewenang-wenang dalam memberikan hukuman, karena Tuhan tidakn dapat berbuat zalim.
Adapun Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekauasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendakinya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dengan demikian, keadilan Tuhan terletak paad kehendak mutlaknya, tidak ada satu zat pun yang lebih kuasa dari pada-Nya dan tidak ada batasan bagi-Nya.
===============
===============
Daftar Pustaka:
Al-Asy’ari, Prinsip-prinsip Dasar Aliran Teologi Islam, Buku 2, terj. Rosihan Anwar dan Taufiq Rahman, Pustaka Setia, Bandung , 2000
Harun Nasution, Teologi Islam ; Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI Press, Jakarta , 1986
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam, Perkasa Jakarta, 1990
Amat Zuhri, Warna-warni Teologi Islam (Ilmu Kalam), STAIN Pekalongan Press, 2010
Muhammad bin Abdul Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Mustafa Al-Bab Al-Halabi wa Auladuh, Mesir 1987, Juz. I
ada dalilnya apa tidak...........
BalasHapusalhamdulillaah
BalasHapusterimakasih kak, informatif