Tantangan paling nyata adalah era globalisasi. Globalisasi tersebut sudah menimbulkan dampak ganda, di satu sisi membuka kesempatan kerja sama yang seluas-luasnya antar negara, namun di sisi lain ternyata membawa persaingan yang sangat ketat. Oleh sebab itu, tantangan utama di masa kompentitif pada semua sektor jasa dengan mengandalkan kemampuan sumber daya manusia (SDM), teknologi dan manajemen.
Guru sebagai ujung tombak memiliki peranan yang sangat penting dalam menangkal dampak buruk dari globalisasi, melalui proses pembelajaran yang dilakukannya. Proses pembelajaran yang berkualitas akan muncul dari guru yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan anak didik yang berkualitas pula. Tuntutan profesionalisme guru merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, jika kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini ada anggapan bahwa rendahnya kualitas pendidikan Indonesia terkait dengan rendahnya tingkat kesejahteraan guru. Akibatnya guru mengerjakan pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Peningkatan profesionalisme guru bukan hanya merupakan tanggung jawab guru, tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, sekolah dan organisasi yang terkait dengan pendidikan. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait harus mendukung secara nyata ketika menuntut guru menjadi pekerjaan yang profesional. Sarana dan prasarana untuk meningkatkan kompetensi guru mutlak harus ada, karena para guru ini harus selalu up dating dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan apa yang terjadi dengan dunia, dan ini membutuhkan fasilitas dan teknologi yang memadai. Mungkin tidak begitu masalah dengan guru yang tinggal di perkotaan yang sudah tersentuh dengan kecanggihan teknologi, bagaimana guru yang tinggal di daerah pedesaan dan daerah terpencil, dan kita juga tahu bahwa untuk mengakses informasi yang up to date tidaklah murah.
Profesionalisme tidak hanya mencakup kompetensi seseorang, namun harus mengisyaratkan adanya komitmen, dedikasi, kebanggaan, dan ketulusan yang melekat pada diri seseorang. Kriteria seorang guru dinyatakan profesional antara lain: memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya pada siswa, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas, dan menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.
Untuk mengefektifkan fungsi dan peranan guru, sesungguhnya tidak cukup dengan hanya meningkatkan jumlah dan kualifikasi lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan guru, namun hal yang paling menonjol untuk dijadikan bahan kebijakan ialah aspek pengembangan jiwa entrepreneur para pengelola lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan guru, sehinga calon-calon guru tersebut memiliki jiwa kewirausahaan yang memadai. Kepemilikan jiwa kewirausahaan bagi calon-calon guru tersebut sangat penting artinya, karena guru memiliki peran strategis dalam proses transformasi budaya entrepreneurship kepada murid-muridnya, yang pada akhirnya jiwa kewirausahaan guru tersebut akan senantiasa mengalir dari generasi ke generasi.
Dalam wacana teoritis, jiwa kewirausahaan tersebut akan mempengaruhi perilaku orang lain, sebab kepemimpinan guru merupakan fenomenanya dalam mempengaruhi murid. Perilaku kepemimpinan yang berkualitas bagi guru ditunjukkan dengan deskripsi karakteristik pribadi guru yang memiliki: (1) kematangan sosial, (2) kecerdasan, (3) kebutuhan untuk berprestasi dan (5) sikap dalam hubungan kemanusiaan. Wujud dari perilaku-perilaku tersebut pada kenyataannya cenderung membentuk karakteristik kepribadian yang khas atau perilaku dominan yang diperlihatkan dalam konteks interaksi dengan para muridnya. Kecenderungan perilaku tersebut menjadi prototype perilaku yang sering disebut gaya kepemimpinan guru.
Secara formal, guru adalah seorang "pemimpin" bagi segala kegiatan yang harus dilakukan oleh murid-muridnya. Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan (skills), wawasan (vision), dan jiwa (spirit) yang dimiliki oleh para guru dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran. Apabila para guru memiliki ketiga kemampuan tadi dalam bidang kewirausahaan, sangat dimungkinkan proses pembelajaran memiliki efektivitas yang tinggi.
Fungsi guru sebagai pemimpin pendidikan yang paling pokok adalah sebagai manajer pembaharu pembelajaran melalui proses-proses transformasi budaya belajar dan bekerja. Proses transformasi budaya tersebut hanya dapat berlangsung oleh orang-orang yang berjiwa entrepreneur. Sebagai suatu lembaga pendidikan, sekolah merupakan unit organisasi formal yang memiliki struktur organisasi tersendiri, dengan tata kerja dan personil khusus yang terlibat di dalamnya. Guru merupakan pemimpin yang bertanggungjawab dalam pengaturan dan pengelolaan segala aktivitas pembelajaran, sehingga tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Salah satu manfaat bagi jiwa entrepreneur ialah dapat membentuk citra anda sebagai guru yang kharismatis. Jiwa entrepreneur dapat ditularkan melalui proses kepemimpinan transformasional, karena proses ini memfokuskan secara khusus pada penciptaan dan pemeliharaan dari sebuah perubahan. Perubahan seperti itu dibutuhkan ketika organisasi mengantisipasi ancaman baru atau sedang menghadapi ancaman. Oleh karena itu, penanaman jiwa kewirausahaan sangat relevan dengan kondisi bangsa yang sedang mengalami keterpurukkan di berbagai sektor.
Tentu saja bagaimana anda menjadi pemimpin transformasional benar-benar melakukannya telah menjadi subyek dari perdebatan hangat. Namun beberapa mekanisme, termasuk kharisma dan motivasi inspirasional sering diketahui. Perilaku kharismatis, sebagaimana telah kita lihat, sering menyebabkan murid untuk mengidentifikasi dan mengikat dirinya dengan pemimpin. Ini biasanya melibatkan sebuah visi yang menarik, menyusun perilaku yang dibutuhkan (misalnya semangat pengorbanan), dan menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada tugas-tugas murid dalam belajar.
Guru yang berjiwa entrepreneur juga mencoba untuk menciptakan hubungan istimewa dengan masing-masing muridnya. Kepemimpinan entrepreneur mencoba untuk menyediakan stimulasi intelektual dengan menantang orang-orang yang dipimpinnya untuk berpikir dalam suatu cara yang benar-benar baru. Meskipun perilaku jelas merupakan hal yang penting, kepemimpinan entrepreneur juga dapat dipandang sebagai sebuah proses, baik dalam transaksional maupun tranformasional.
Good News!
BalasHapusSudah selayaknya para pengelola pendidikan memiliki jiwa entrepreneurship agar dapat meningkatkan mutu sekolah. Dan diharapkan output siswa dapat berkwalitas. yang terpenting adalah Kepala sekolah dan Guru mampu bekerja sama dengan para stakeholder yang ada.
Betul Mas Dhar....
BalasHapusNamun bagaimana guru bisa profesional, jika masih ada para guru yang mendapatkan gaji tidak layak - misal guru honorer yang setiap hari selalu mempunyai masaah dengan dapur.
Pemerintah seharusnya bersikap arif dan bijaksana "antara honor guru yang kecil dengan tuntutan profesinalisme", apakah dibiarkan semacam ini?
Dalam hal ini kita perlu pertanyakan juga apakah para guru yang sudah sertifikasi dijamin profesional? Boro2 punya jiwa entreprenuer.....
Wah gambarnya....
BalasHapusmembuatku sedih....