Bertarekat diadjustment sebagai jalan menuju Allah, akan tetapi banyak orang bertarekat tidak berangkat dari dasar syariat yang kuat. Tarekat punya silsilah sanad yang jelas dan langsung dari sahabat penghulunya Rasulullah saw. Maka bertarekat tanpa syariat jelas tidak akan sampai kepada perilaku sahabat dan Rasulullah yang berakhlakul karimah.
Memahami hikmah dibalik metabolisme tubuh
Apa yang ada dalam diri manusia, secara fisik orang tersebut telah dianugerahi rizki oleh Allah azza wajalla. Ketika suapan nasi itu masuk ke dalam tubuh melalui mulut, tidak mungkin kecuali mulut bertawasul kepada tangannya, untuk memasukkan makanan ke mulut. Di mulut makanan dihancurkan oleh gigi serta Allah memberikan enzim-enzim yang bertugas melembutkan makanan. Lantas kenapa harus menggunakan tangan kanan, karena tangan kanan? Karena tangan kanan dan kaki kanan menghubungkan kepada urat-urat yang bersambung pada sebelah kiri jantung.
Ketika kita membuka mulut dan memasukkan makanan, Allah telah menunjukkan sisi transparan atau keseimbangan bahwa disetiap kali menelan makanan, jantung kita berhenti karena bahan makanan sedang menuju dari tenggorokan ke lambung.
Lambung sebagai salah satu organ pencernaan, tidak pernah ada klaim oleh lambung bahwa pencernaan ini adalah hasil karyanya. Ketika kita minum, maka empedu meneteskan beberapa cairan yang berisi enzim-enzim penghacur makanan. Bekerjalah pencernaan dilambung.
Lambung bagaikan bejana, yang tiap hari mengolah berbagai macam makanan yang masuk ke mulut kita. Dari sayuran, berganti lauk pauk, berganti menu-menu lain setiap harinya. Ibarat piring, tiap hari dipakai akan tiap kali itu pula harus dicuci untuk persiapan menu yang lain. Lantas bagaimana dengan bejana yang kita punyai ini, dengan apa pencuciannya? Allah mensyariatkan puasa Ramadlan, sebagai salah satu mekanisme pencucian lambung. Setiap kali puasa, dengan kondisi panas dalam tubuh kita, lambung mengalami pencucian dari segala macam penyakit yang ikut masuk dalam makanan kita.
Puasa-puasa sunnah dan Ramadlan memberikan kesehatan yang lebih, merujuk pada hadits shoumu tasihhu.
Makanan dari lambung tadi dibantu oleh pankreas dan ginjal ikut bekerja keras, dengan organ-organ usus halus untuk kemudian diambil sari patinya. Rasulullah setelah makan tidak langsung minum, karena beliau menyadari enzim-enzim sedang bekerja di organ tubuh di perut, demi menyelamatkan makanan yang telah dicerna. Akhirnya distribusi sari pati makanan tadi menjadi darah merah, darah putih, sperma, keringat, air kencing dan tinja.
Kerjasama seluruh organ tubuh tersebut merupakan cermin ukhuwah dalam diri manusia. Sejalan dengan hadits almu’min akhul mu’min. Semua organ mempunyai fungsi dan potensi masing-masing. Begitu juga enzim-enzim bekerja saling membantu organ untuk mengolahnya menjadi makanan bagi tubuh.
Maka kemudian ahli tasawwuf mengemukakan : man ‘arrafa nafsahu faqod arrafa rabbahu. Kita berangkat mengenal Allah dari mengenal dan mencermati organ-organ tubuh kita. Seperti layaknya darah yang mengalir dari rongga jantung ke otak kecil. Jantung mempunyai empat rongga sirkulasi darah, diantara dua rongga jantung bagian atas terdapat bagian yang disebut hati (qalb) sebagaimana redaksi hadits yang masyhur. Diruang qalb itulah Allah menempatkan ruh manusia ( Fainna fil jasadi mudghah, fain hasana hasana kulluha, fain fasada fasada kulluh).
Dalam amaliyah dzikr as-sirru (dzikir dalam hati) sering disebutkan ismu dzat latoifullirruh min nuuri lailaha illallah. Artinya setiap darah yang kualitasnya kurang baik, kemudian dipompa ke otak kecil akan menimbulkan efek yang kurang bagus. Seperti kita liat darah kotor yang dipompa ke seluruh tubuh, akan menimbulkan bisul, disisi lain menimbulkan asam urat, penyumbatan arteri dan lainnya. Syareat dzikir sirr menimbulkan efek panas untuk membakar setiap darah kotor yang akan dipompa ke otak kecil, berkat nur lailaha illallah darah yang dipompa akan menjadi baik untuk konsumsi tubuh kita.
Dzikir-dzikir yang kita baca kesemuanya ada dosis khusus, mempunyai efek khusus pada tubuh kita. Dalam kitab sabilul muhtadin, dzikir sirr lebih baik tujuh puluh derajat dari dzikir jahr. Begitu banyak Allah memendam rahasia-rahasia dzikir sirr, salah satu yang terungkap adalah untuk kesehatan badan kita, serta tetapnya rahmat Allah. Maka kemudian setiap wali Allah mempunyai hitungan khusus dalam membaca dzikir itu untuk menggapai manfaat atau khasiat tertentu.
Menggapai Rahmah dengan Amal Soleh lewat tarekat
Allah berfirman udhulul jannata birohmati, masuklah kalian semua ke surga dengan rahmah Allah. Dengan catatan rahmat Allah tidak akan diperoleh dengan amal yang sholeh. Diceritakan oleh salaf, bahwa kemudian nanti ada seorang yang amalnya semua jelek. Ketika malaikat akan memasukkan ke dalam neraka, Allah mencegahnya karena hamba tersebut sering mengucapkan dzikir sirr lailaha illallah karena kecintaan hamba kepada Allah. Hal ini terjadi karena malaikat tidak menjangkau apa yang ada dalam hati kita. Begitu bijaksananya Allah azza wajalla kepada hambanya.
Syariat yang kita pelajari secara kontinyu akan menghasilkan tarekat. Tarekat tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan buah dari perilaku syareat kita nantinya. Di zaman Rasulullah para sahabat telah bertarekat semuanya, Allah sendiri mengabadikan dalam al-Quran :
وَالّذِينَ مَعَهُ أَشِدّآءُ عَلَى الْكُفّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكّعاً سُجّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مّنَ اللّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مّنْ أَثَرِ السّجُودِ
Kita lihat perilaku sahabat dizaman nabi telah bertarekat, seperti beberapa kisah diantara waktu antara maghrib dan isya mereka bisa membaca beberapa juz dari al-Quran. Mereka juga melakukan shalat rawatib secara sempurna, membaca ratib dan lainnya. Kita bisa melihat bahwa akhlak nabi, sahabat dan ulama-ulama di zaman mereka, karena mereka semua telah bertarekat (bertasawuf). Waktu dizaman itu dipenuhi dengan keberkahan. Ini diceritakan di kitab Haqoiqu Tasawuf.
Natijah (buah) dari bertarekat ditetapkan oleh Allah sebagai golongan alladzina an’amta alaihim, minannabiyiin wassiddiqin, wassuhada, wassholihin, wahasuna ulaika rafiiqa, dan man aata ‘alaina biqolbin saliim. Disarikan dari Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan.
Bagus Mas Dar........., perbanyak lagi artikel2nya
BalasHapus