Pages

Senin, 12 September 2011

Tafakur




Sesungguhnya, dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan pikiran dan kejadian ciptaan-Nya, juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna dan sebagainya, merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.[1]
        Ayat ini merupakan awal ayat – ayat penutup Surat Ali Imraan, dimana pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kita untuk melihat, merenung dan mengambil kesimpulan pada tanda – tanda ketuhanan. Karena tanda – tanda tersebut tidak mungkin ada kecuali diciptakan oleh yang hidup, yang mengurusinya. Yang suci, Yang menyelamatkan, Yang maha kaya dan tidak membutuhkan apapun yang ada di alam semesta ini. Dengan meyakini hal tersebut maka keimanan mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar, dan bukan hanya sekedar ikut – ikutan. Pada ayat ini Allah SWT menyebutkan


 لا يت لاولي الا لبا ب terdapat tanda – tanda bagi orang – oarang yang berakal. Inikah salah satu fungsi akal yang diberikan kepada seluruh manusia yaitu agar mereka dapat menggunakan akal  tersebut untuk merenungi tanda – tanda yang telah diberikan oleh Allah SWT.
      Diriwayatkan dari Aisyah, Ia berkata: ketika ayat ini turun kepada Nabi SAW, beliau segera bangkit dan bersembahyang, dan waktu sholat fardhu telah tiba, bilal pun datang untuk mengumandangkan adzan. Namun, sebelum sempat melantunkannya, ia mendengar Nabi SAW sedang menangis, lalu bilal pun menghampirinya. Bilal bertanya: “Wahai Rasulullah, memgapa engkau menangis? Padahal engkau telah dijamin oleh Allah untuk menghapus segala dosa – dosamu, yang telah  berlalu ataupun yang akan datang”. Nabi SAW menjawab: “Ya bilal, tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur? Pada malam ini Allah SWT menurunkan sebuah ayat kepadaku yaitu:


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” Nabi SAW melanjutkan: “Sesungguhnya merugi orang – orang yang membacanya namun tidak bertafakur  (merenunginya).[2]
      Kata (ا لا لباب) al – albab adalah bentuk jamak dari  (لب ) lubb yaitu sari pati sesuatu kacang misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Kacang itu dinamai lubb. Ulul allbab adalah orang – orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Yang merenungkan tentang fenomena dalam rayu akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.[3]
      Pengertian lain ulul albab adalah orang – orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, mengambil hidayah dari-Nya, menggambarkan keagungan Allah, dan mau mengingat hikmah akal dan keutamaan-Nya disamping keagungan karunia-Nya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga mereka bias berdiri, duduk, berjalan, berbaring, dan sebagainya.[4]


Ayat ini dan ayat – ayat berikut menjelaskan sebagian dari cirri – cirri siapa yang dinamai ulul al bab, yang disebut pada ayat yang lalu. Mereka adalah orang – orang baik laki – laki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat. Sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, atau bagaimanapun dan mereka memikirkan tentang penciptaan, yakni kejadian dan system kerja langit dan bumi dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan: “Tuhan kami, Tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan sia – sia, tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, atau lihat atau dengar dari keburukan atau kekurangan. Maka suci engkau dari semua itu.[5]
       
Dan hanya dengan melakukan dzikir kepada Allah, hal itu masih belum cukup untuk menjamin hadirnya hidayah tetapi harus pula dibarengi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia – rahasia ciptaan-Nya. Untuk itu, dia berfirman dalam ayat berikut ini:
      
 Mereka mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi serta rahasia – rahasia dan manfaat – manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikma yang tinggi, dan kemampuan yang utuh.
      Yang diciptakan oleh orang – orang yang berdzikir dalam mengagungkan (ibti hal) terhadap Allah.
     Orang – orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan “Ya Allah Tuhan kami, tidak sekali – kali Engkau menciptakan alam yang ada di atas dan yang di bumi kami saksikan tanpa arti dan Engkau tidak menciptakan semuanya dengan sia – sia.
      Dalam ayat ini terkandung pelajaran untuk orang – orang yang beriman, sebagaimana mereka berbicara dengan Tuhan ketika mereka telah mendapatkan hidayah tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengertian – pengertian kebajikan dan kedermawanan-Nya di dalam menghadapi ragam makhluk-Nya.
      Berilah kami taufik dengan pertolongan-Mu untuk bias melakukan amal sholeh melalui pemahaman kami tentang bukti – bukti sehingga hal itu bisa menjadi pemelihara kami dari siksaan neraka.[6]
      Ayat di atas juga menunjukan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh dari dzikir dan pikir, semakin luas pengetahuan tentang alam raya, semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya, yang antara lain tercermin pada permohonan untuk dihindarkan dari siksa api neraka. Memang seperti firman-Nya: “sesungguh-Nya yang takut kepada Allah diantaranya hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama / cendekiawan ( QS. Fathir 35 : 28 ).[7]
Bahwa mereka ( ulul al bab ) adalah orang – orang yang tidak melalaikan Allah SWT dalam sebagian besar waktunya. Mereka merasa tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi mereka. Adapun ciri – ciri siapa yang dinamai ulul albab yang disebut mereka adalah orang – orang baik laki – laki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat. Sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, atau bagaimanapun dan mereka memikirkan tentang penciptaan. Mereka mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi serta rahasia – rahasia dan manfaat – manfaat yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikma yang tinggi, dan kemampuan yang utuh.
Bahwa keberuntungan dan keselamatan hanya bisa dicapai melalui mengingat Allah dan memikirkan makhluk – makhluk-Nya dari segi yang menunjukkan adanya sang pencipta yang esa, yang maha mengetahui lagi maha kuasa. Bahwa seorang mukmin yang mau menggunakan akal pikirannya, selalu menghadap kepada Allah dengan pujian doa dan ibtihal semacam ini, sesudah ia melihat bukti – bukti yang menunjukkan kepada keindahan hikmah. Ia pun luas pengetahuaanya tntang detail – detail alam semesta yang menghubungkan antara manusia dengan tuhannya.[8]
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh dari dzikir dan pikir dan semakin luas pengetahuan tentang alam raya, semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya, yang antara lain tercermin pada permohonan untuk dihindarkan dari siksa api neraka.


[1] Ahmad Musthafah Al-Maraghi “Tafsir Al-Maraghi” CV Toha Putra, Semarang, 1986, Hal. 289
[2] Syaikh Imam Al Qurthubi, “Tafsir Al Qurthubi” Pustaka Azzam, Jakarta. 2008. Hal 769
[3] M. Quraish Shihab, “Tafsir Al – Misbah”, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Hal. 307
[4] Ahmad Musthafah Al Maraghi, Op Cit, Hal 291
[5] M. Quraish Shihab, Op. Cit, 2002, Hal. 308 – 309
[6] Ahmad Musthafah Al Maraghi, Op Cit, Hal 291 – 293
[7] M. Quraish Shihab, Op. Cit, 2002, Hal. 193
[8] Ahmad Musthafah Al Maraghi, Op Cit, Hal  293

0 komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates